Nasional, buanainformasi.tv - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengawal upaya pengetatan pengawasan terhadap masuknya barang-barang impor ilegal ke Tanah Air. Hal ini diwujudkan melalui pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Impor Ilegal.
Menteri yang akrab disapa Zulhas ini mengatakan, semakin cepat Satgas Impor Ilegal ini bertugas akan semakin baik. Harapannya, satgas tersebut bisa mulai bertugas pada pekan ini.
"Saya sudah matur ke Pak Jaksa Agung (ST Burhanuddin), lebih cepat lebih bagus. Mudah-mudahan minggu ini, karena ini sudah dalam keadaan darurat!," kata Zulhas, ditemui di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2024).
Zulhas menjelaskan, setidaknya akan ada tiga pihak di luar Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang akan terlibat dalam satgas ini. Pihak tersebut antara lain kepolisian, Kementerian Perindustrian, serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
"Jadi dari para pengusaha-pengusaha, pelaku, di bawah Kadin. Karena undang-undang mengatur Kadin," imbuhnya.
Selaras dengan itu, pada hari ini ia bersama jajaran Kemendag menyambangi Kejagung untuk meminta dukungan Jaksa Agung ST Burhanuddin atas penyelesaian permasalahan impor ilegal serta pembentukan satgas ini.
"Kami minta dukungan Pak Jaksa Agung, kita bikin tim (Satgas) untuk melihat ke lapangan. Setelah ditemukan, kita serahkan proses hukum ke kejaksaan agar kita bisa mengurangi yang barang-barang masuk secara ilegal ini untuk melindungi industri tujuh macam itu," ujar dia.
Adapun ketujuh komoditas yang dimaksud Zulhas antara lain mencakup tekstil (TPT), pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, alas kaki, dan barang tekstil jadi lainnya.
Data Impor BPS dengan Negara Asal Beda 3 Kali Lipat
Zulhas mengatakan, pembentukan satgas ini berangkat dari kondisi darurat di industri dalam negeri yang merupakan produsen dari tujuh komoditas tersebut, di mana sejumlah pabrik terancam tutup hingga melakukan PHK. Pihaknya bersama asosiasi pengusaha pun telah melangsungkan diskusi panjang terkait hal ini dan banjirnya produk impor ilegal.
Dari diskusi tersebut, dihasilkan temuan kejanggalan atas data impor di Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data International Trade Center (ITC) negara asal impor. Zulhas pun mencontohkan, misalnya data negara asal mencatatkan nilai impor US$ 367 juta. Namun di Indonesia sendiri tercatat US$ 116 juta. Hal ini berarti perbedaannya 2-3 kali lipatnya.
"Jadi kalau data impor kita segini (meragain tangan), di grafik ternyata mungkin dua tiga kali. Sehingga dalam satu diskusi yang panjang ditemukan lah banyak barang yang tidak terdata atau kita kategorikan ilegal yang membanjiri pasar Indonesia yang 7 macam tadi itu," kata dia. (**/red)