Nasional, Buana Informasi TV - Indonesia menjadi negara yang terdepan dalam menyerukan concern yang serius dan ketidaksetujuan terhadap EU Deforestation-Free Regulation (EUDR). Kini, langkah itu mendapatkan dukungan dari like-minded countries, salah satunya adalah Amerika Serikat (AS).
Meski begitu, Indonesia bersama dengan Malaysia, dan Uni Eropa telah sepakat untuk membentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) on EUDR guna mengatasi berbagai hal terkait dengan pelaksanaan EUDR yang dihadapi Indonesia dan Malaysia.
"Implementasi EUDR jelas akan melukai dan merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan yang begitu penting buat kami seperti kakao, kopi, karet, produk kayu dan minyak sawit," tegas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis, Kamis (25/4/2024).
Sejalan dengan upaya penolakan yang dilakukan Indonesia dan Malaysia, dilansir melalui mypalmoilpolicy.com, kelompok bipartisan baik dari Partai Republik dan Demokrat juga telah menyoroti kebijakan EUDR yang dianggap tidak adil bagi para petani yang akan memasuki pasar Eropa.
Selain itu, penundaan implementasi atau perubahan regulasi EUDR juga dinilai menjadi salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk saat ini. Pernyataan keberatan terhadap kebijakan EUDR juga sejalan dengan pandangan Menteri Pertanian UE.
Sebanyak 20 dari 27 Menteri juga menyerukan untuk dilakukan penundaan EUDR, pada Pertemuan Dewan Agriculture Fisheries Council Configuration (AGRIFISH) yang telah diselenggarakan dalam waktu dekat lalu.
"Amerika bipartisan menentang EUDR, jadi EUDR yang diinisiasi oleh Indonesia dikunjungan bersama antara Menko Perekonomian dan PM Malaysia, itu terus mendapatkan dukungan dari like-minded countries, beberapa waktu lalu baik Republikan maupun Demokrat juga mempertanyakan EUDR. Jadi like-minded countries terinspirasi apa yang dilakukan Indonesia dan Malaysia," tutur Airlangga.
Selain itu, kebijakan EUDR yang juga telah mendapat sorotan dari New York Times dan Financial Times tersebut juga dinilai akan memberikan dampak berupa potensi masalah pada rantai pasokan yang berkelanjutan, harga, dan pilihan konsumen, hingga dampak bagi petani dan negara pengekspor.
Dengan potensi dampak tersebut, sejumlah produsen pangan dan komoditas mengharapkan adanya pendekatan yang lebih terukur.
Lebih lanjut, asosiasi pertanian yang terkemuka di Uni Eropa, Copa Cogeca, juga telah menyampaikan saran penundaan implementasi kebijakan EUDR karena tidak memungkinkan untuk dilaksanakan karena waktu penyiapan kerangka kerja yang lebih memadai tidak dapat diselesaikan hingga batas waktu implementasi kebijakan EUDR tersebut.
Selain sorotan dan kritik yang disampaikan Amerika Serikat dan Asosiasi Pertanian Eropa terhadap kebijakan EUDR tersebut, gelombang kekhawatiran juga diutarakan oleh berbagai negara-negara seperti India dan Brazil serta sejumlah negara lainnya yang menyampaikan perhatian yang sangat serius mengenai tuntutan dari implementasi kebijakan EUDR tersebut. (**/red)