Lampung Timur, buanainformasi.tv - Petani jagung manis di Kampung Kedaton, Kecamatan Batanghari Nuban, Lampung Timur, menerapkan metode Mulsa Tanpa Olah Tanah (MTOT) pada musim kemarau.
Hasil dari penerapan MTOT pada musim kemarau ini menghasilkan produksi jagung yang melimpah meskipun saat musim kemarau saat ini.
Petani jagung manis Kampung Kedaton, Kecamatan Batanghari Nuban, Lampung Timur, Tri Pambudi (47) mengatakan, hasil panen jagung selama musim kemarau saat ini cukup banyak.
Ia mengaku, tanaman jagung manis yang ditanam dengan luas tanah setengah hektare itu menghasilkan jagung masin Grade A seberat 3,8 ton, dan jagung manis Grade B sebanyak 1,8 ton.
Hasil tersebut didapat dari perhitungan ubinan yang dilakukannya.
"Bahkan saya bertani menggunakan metode MTOT sudah 2 tahun ini, termasuk saat musim kemarau panjang saat ini," kata dia, Rabu (11/09/2024).
Ia mengaku, selama 60 hari masa tanam sejak Juli 2024 lalu, pihaknya jarang melakukan pengairan pada tanamannya.
"Pemberian air jarang karena kemarau, tapi karena pangkal tanaman jagung terlindung mulsa alami, dan setelah disiram kelembapan tanah terjaga," terangnya.
Tri menerangkan, nutrisi jagung didapat dari mulsa campuran bahan jerami, batang jagung, dan ranting pohon, serta daun daunan.
"Keunggulan metode ini selain tidak melakukan bajak tanah, mulsa dari bahan organik punya banyak manfaat," tukasnya.
Menurutnya, biaya produksi yang dikeluarkan lebih rendah dibanding metode yang biasa digunakan.
Karena saat budidaya tanaman jagung juga tidak ada penyiangan, penyemprotan, atau proses pembersihan tanaman liar pengganggu.
"Rata-rata petani kampung Kedaton menerapkan metode ini untuk palawija dan padi sawah, serta sayur sayuran" tutupnya.
Dengan kondisi itu, Tri menyebut hal ini merupakan sebuah kesempatan untuk meningkatkan produksi palawija.
Sebab, di musim kemarau seperti saat ini , daya beli dan harga jual hasil panen cukup tinggi, termasuk jagung manis.
"Harga jagung manis perkilonya mencapai Rp 2 ribu, bahkan kata agen bisa naik lagi," katanya.
"Semoga hasil Panen petani di Kabupaten Lampung Timur, tetap optimal dan harga jualnya menguntungkan petani," paparnya.
Terpisah, Koordinator Udara Bersih Indonesia di Lampung Timur, Hadi Suwito mengatakan, sudah ada 198 orang petani yang sudah menerapkan sistem MTOT.
"Dari 198 petani tersebut mereka menggarap luas tanah sebesar 61 Hektar, dan mayoritas mereka menanan tanaman palawija," kata Hadi.
"Karena di sebagian wilayah yang berada di lampung timur ini jauh dari aliran kali, sehingga 61 hektar lahan tersebut bahkan bisa melakukan panen saat musim kemarau karena tanaman yang menerapkan sistem MTOT ini, masih bisa menjaga kelembaban tanah meskipun di musim kemarau," pungkasnya.(**/red)