breaking news Baru

Setoran Bea Cukai Merosot, Sri Mulyani Ungkap Biang Keroknya

Nasional, buanainformasi.tv - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat setoran Bea cukai hingga akhir Mei 2024 mencapai Rp 109,1 triliun. Realisasi tersebut turun 7,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Penyebabnya adalah penurunan cukai hasil tembakau dan bea masuk. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merinci setoran tersebut terdiri atas penerimaan cukai Rp 81,1 triliun, bea masuk Rp 20,3 triliun dan, bea keluar senilai Rp 7,7 triliun.

"Untuk penerimaan bea masuk Rp 20,3 triliun, itu 35,4 persen dari total target ini. Bea masuk mengalami kontraksi tipis 0,05 persen karena rata-rata tarif efektif menurun," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita Edisi Mei 2024, dikutip dari siaran YouTube Kementerian Keuangan, Kamis (27/6/2024).

Sri Mulyani mengatakan tarif efektif bea masuk turun dari 1,46% menjadi 1,34%. Selain itu, juga tercatat adanya penurunan impor sebesar 0,4% yoy.

"Jadi dalam hal ini volume impornya tidak naik dan tarifnya juga mengalami penurunan yang menyebabkan biaya masuk kita flat," imbuhnya.

Sementara itu, realisasi penerimaan cukai sampai dengan Mei 2024 tercatat sebesar Rp 81,2 triliun, turun 12,6% yoy. Sri Mulyani mengatakan, hal ini dipengaruhi oleh turunnya cukai hasil tembakau karena berbagai alasan, salah satunya shifting produksi. Produksi golongan I turun, sementara golongan II dan III naik.

"Sekarang banyak pindah kepada golongan III. Ini tentu menimbulkan Implikasi yang tidak diinginkan. Tentu dalam hal ini karena tujuan dari cukai adalah mengendalikan konsumsi rokok, penerimaan cukai yang ditunjukkan dengan penurunan produksi yaitu adalah salah satu tujuan tercapai," ujarnya.

Meski demikian, menurutnya kondisi tersebut juga tetap perlu diwaspadai. Kementerian Keuangan akan terus melakukan pengawasan dan penindakan terutama untuk rokok ilegal. Bahkan dari hasil penindakan tersebut telah tersita jutaan batang rokok senilai Rp 395,5 miliar.

"Karena lebih dari 6.000 penindakan yang dilakukan, kita telah menyita 280 juta rokok batang illegal dan nilainya mencapai Rp 395,5 miliar," kata dia.

Di sisi lain, Sri Mulyani juga melaporkan realisasi penerimaan bea keluar hingga Mei 2024 sebesar Rp 7,7 triliun. Sedikit berbeda dengan komponen lain, bea keluar naik tinggi hingga 49,6%. Hal ini terutama dipengaruhi oleh bea keluar tembaga sebesar Rp 6,13 triliun atau tumbuh 1.135,5% yoy.

"Bea keluar tembaga realisasinya Rp6,13 triliun, tumbuh 1.135%. Ini karena implementasi kebijakan relaksasi ekspor tembaga atau mineral terutama sambil menunggu pembangunan smelter," ujar dia.

Bea keluar sawit justru turun sangat dalam hingga 67%. Hal ini dikarenakan harga CPO rata-rata turun sebesar 9,32% dan penurunan volume ekspor sawit sebesar 9,68% yoy.

"Ini harganya turun, volume ekspor kita juga turun. Ini yang menyebabkan dari sawit kita mengalami penurunan yang sangat dalam yaitu 67,6% meskipun ada penerimaan bea keluar, yaitu dari mineral terutama dari sisi tembaga," pungkasnya. (**/red)