breaking news Baru

Kemendag Waspadai Aplikasi Asal China Sebagai Ancaman Baru Setelah TikTok Shop

Nasional, buanainformasi.tv - Aplikasi asal China bernama Temu disebut akan menjadi ancaman baru UMKM Indonesia setelah TikTok Shop. Kementerian Perdagangan (Kemendag) angkat bicara terkait kabar tersebut.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan sampai saat ini aplikasi tersebut belum masuk ke Indonesia. Pihaknya akan memantau terus pergerakan dari aplikasi tersebut.

"Temu itu kan sebenarnya belum mendaftar di kita. Saya juga sudah mengecek ke Kominfo itu belum masuk," kata Isy ditemui di Kemendag, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024).

Isy menjelaskan, aplikasi Temu memiliki model bisnis yang berbeda dengan kebijakan Indonesia. Bahkan menurutnya tidak cocok dengan aturan Indonesia.

"Temu itu kan model bisnisnya kan factory to consumer (f to c) itu tidak cocok dengan kebijakan di Indonesia. Itu kan bertentangan dengan PP 29 Tahun 2021. Jadi kalau setiap kegiatan dari factory ke consumer harus ada perantaranya, ada harus distributor. Jadi tidak bisa dari pabrik langsung ke konsumen," jelas dia.

Kemendag sendiri akan terus memantau terkait aplikasi tersebut secara intens. Meski begitu, Isy memastikan aplikasi tersebut belum masuk ke Indonesia.

"Sampai sekarang belum ada izinnya, kita akan pantau terus secara intens," pungkas Isy.

Sebelumnya aplikasi ini diungkap oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki saat rapat kerja dengan DPR RI Komisi VI, pada Senin awal pekan kemarin.

Menurut Teten, aplikasi tersebut menggunakan metode penjualan factory to consumer (penjualan langsung dari pabrik ke konsumen). Ia mengatakan dengan masuknya aplikasi tersebut ke 58 negara, apalagi jika hingga masuk ke Indonesia dengan metode Factory to Consumer, bisa berdampak pada UMKM dan lapangan pekerjaan di Indonesia.

Lalu, Staf Khusus Kementerian Koperasi dan UKM Fiki Satari juga memberikan pernyataan serupa ketika ditanya mengenai dampak aplikasi Temu. Menurutnya masuknya Temu ke Indonesia harus ditolak, karena aplikasi tersebut juga berbenturan dengan regulasi.

"Harus ditolak. Jadi sebenarnya secara regulasi ini sulit untuk beroperasi. Ada PP nomor 29 Tahun 2002 tentang Larangan Penggabungan KBLI 47, bisa juga yang kita revisi Permendag nomor 31 2023, Pengawasan Pelaku Usaha Sistem Elektronik, ada cross border langsung jadi tidak boleh," ucap Fiki, Sabtu (15/6/2024). (**/red)