Bandar Lampung, Buana Informasi TV - Perwakilan Dinas Kesehatan Lampung Tengah Asbiallah membeberkan jika empat dari lima anak masih mengonsumsi kental manis sebagai pengganti susu.
"Masih ada empat dari lima anak di wilayah Lampung Tengah ini mengonsumsi kental manis yang sebenarnya bukan merupakan susu," katanya.
Hal itu menunjukkan bahwa edukasi tentang asupan nutrisi yang tepat bagi anak masih minim.
Sementara di kabupaten berbeda, Bupati Pesawaran H Dendi Ramadhona, ST., M. Tr. IP menyatakan keprihatinannya atas fakta tersebut.
"Ini menunjukkan edukasi tentang gizi anak terutama konsumsi kental manis masih minim," ujar Dendi.
Lebih lanjut Dendi tak heran jika pemerintah daerah masih memasukkan kental manis dalam bantuan sosial, terutama saat Covid-19 sedang melanda.
“Kental manis masih dianggap susu sehingga tak heran kalau pemerintah daerah masih memasukkan kental manis dalam bansos,” jelas Dendi.
Meskipun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan peraturan yang melarang hal tersebut melalui yaitu melalui Peraturan BPOM No. 18 tahun 2018 dan No. 26 tahun 2021.
Peraturan tersebut, sesuai fungsinya, melarang penggunaan kental manis sebagai pengganti susu dan sumber gizi serta larangan penggunaan visual anak di bawah 5 tahun untuk label maupun iklan promosinya.
Kental manis bukanlah susu dan memiliki kandungan gizi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan produk susu lainnya.
Memberikan kental manis sebagai pengganti susu dapat membahayakan kesehatan dan tumbuh kembang anak.
Kandungan gula yang tinggi dalam kental manis dapat menyebabkan obesitas, kerusakan gigi, dan diare.
Selain itu, rendahnya kandungan protein dan kalsium dalam kental manis dapat menyebabkan anak mengalami kekurangan gizi, yang berakibat pada tubuh yang lemah, mudah lelah, dan rentan terhadap penyakit.
Ketua Harian YAICI Arif Hidayat menyebut perubahan takaran saji kental manis dari 48 gram menjadi 15-30 gram dalam peraturan terbaru BPOM adalah hal yang seharusnya dilakukan sejak awal.
"Ini menunjukkan adanya concern BPOM terhadap risiko asupan gula yang tinggi saat menkonsumsi kental manis," jelas Arif Hidayat.
Namun, ia menekankan pentingnya sosialisasi yang maksimal agar masyarakat memahami dan bisa bersama-sama ikut mengawasi produsen.
Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP 'Aisyiyah Chairunnisa menjelaskan tantangan dalam persoalan kental manis adalah persepsi masyarakat.
Mereka menganggap kental manis adalah susu yang dapat dikonsumsi layaknya minuman susu untuk anak.
"Dari hasil penelitian yang PP ‘Aisyiyah lakukan, sebanyak 37 persen ibu beranggapan kental manis adalah susu dan minuman yang menyehatkan untuk anak," Ujar Chairunnisa.
Ironisnya, masyarakat sudah mengetahui bahwa kental manis bukan merupakan susu. Namun banyak yang mengabaikannya karena harga yang murah daripada kategori susu lainnya.
Meningkatkan kesadaran dan edukasi gizi yang tepat di kalangan masyarakat sangat penting untuk mengatasi masalah gizi buruk dan stunting pada anak-anak di Indonesia.
Program susu gratis di sekolah dasar menunjukkan potensi besar dalam memperbaiki status gizi anak-anak, tetapi harus didukung dengan pengetahuan yang benar mengenai nutrisi.
Kesalahpahaman seperti penggunaan kental manis sebagai pengganti susu perlu diatasi melalui edukasi yang efektif dan sosialisasi peraturan yang tepat.
Dengan kolaborasi semua pihak seperti pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat, diharapkan masalah gizi buruk di Indonesia dapat segera diatasi, sehingga anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. (**/red)