Lampung Selatan, Buana Informasi TV – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyelesaikan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Budi Harto pada Rabu (5/6/2024) siang.
Budi diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang dilaksanakan PT Hutama Karya tahun anggaran 2018-2020.
Selain Budi Harto, penyidik KPK juga memanggil dua saksi lainnya, yaitu Eka Setya Adrianto selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko PT Hutama Karya dan Irza Dwiputra Susilo selaku swasta.
KPK diketahui sedang mengusut perkara dugaan korupsi terkait pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera yang dilaksanakan PT Hutama Karya tahun anggaran 2018-2020.
Berdasarkan sumber, ada tiga pihak yang dijadikan sebagai tersangka, yakni mantan Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo, eks Kadiv Pengembangan Bisnis Jalan Tol PT Hutama Karya, M Rizal Sutjipto, dan Komisaris PT Sanitarindo Tangsel Jaya, Iskandar Zulkarnaen.
Ketiga orang tersebut telah dicegah bepergian ke luar negeri.
Dalam pengusutan kasusnya, tim penyidik KPK telah menggeledah dua lokasi, yaitu kantor pusat Hutama Karya dan HK Realtindo, anak usaha Hutama Karya.
Warga Dusun Buring Desa Suka Baru Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan mempertanyakan ganti rugi Jalan Tol Trans Sumatera yang belum dibayar.
Warga menilai pihak ATR/BPN Lampung Selatan dan PUPR Provinsi Lampung diduga telah mengangkangi hasil persidangan di Mahkamah Agung yang dimenangkan warga Dusun Buring Desa Suka Baru Kabupaten Lampung Selatan.
Meski sudah memenangkan sidang sengketa lahan dengan Kementerian Kehutanan di tingkat Mahkamah Agung, namun warga belum mendapatkan titik terang ganti rugi Jalan Tol Tran Sumatera.
Ketua Pokmas Dusun Buring Desa Suka Baru Suradi mengatakan pihak ATR/BPN Lampung Selatan diduga enggan mengeluarkan surat validasi nominatif terbaru yang di minta PUPR Provinsi Lampung sebagai syarat pencairan uang ganti rugi.
“Warga pun semakin gelisah karena uang 19 miliar yang seharusnya dapat segera dicairkan, kembali terhambat,” ujarnya.
Lanjut Suradi, berdasarkan keputusan inkrah, seharusnya pihak PUPR Lampung segera memberikan ganti rugi kepada 56 warga memenangkan gugatan.
Mendapat arahan dari ATR/BPN Lampung Selatan, pihaknya bersama warga menuju kantor PUPR Lampung.
Dengan harapan besar proses ganti rugi segera menemui titik terang, ucapnya.
“Namun, Dinas PUPR kembali meminta surat validasi,” ujarnya.
Warga menilai oknum ATR/BPN dan PUPR telah terindikasi mengangkangi keputusan tetap Mahkamah Agung.
Kedua instansi ini terkesan saling lempar tanggung jawab dan belum pernah melakukan pertemuan sebagai itikad memperjuangkan hak warga.
“Jika ganti rugi tidak segera dicairkan atau warga akan melaporkan kasus ini ke KPK,” ucapnya. (**/red)