Nasional, Buana Informasi TV - Produk nikel asal Indonesia terancam dikucilkan dari pasar Amerika Serikat (AS). Pasalnya, setelah Undang-undang (UU) Pengurangan Inflasi AS atau Inflation Reduction Rate (IRA) diresmikan, produk nikel asal Indonesia terancam tak bisa masuk pasar AS.
Hal itu terjadi karena dalam UU IRA, ada pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan kendaraan listrik yang mencakup US$ 370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih. Namun, baterai yang mengandung komponen sumber Indonesia dinilai tidak memenuhi syarat untuk subsidi tersebut.
Indonesia dinilai tidak memenuhi syarat masuk kredit pajak IRA karena belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS. Hal ini lah yang membuat produk Indonesia seperti dikucilkan AS.
Tak mau nikel Indonesia dikucilkan, Presiden Joko Widodo pun memberikan permintaan khusus kepada Presiden AS Joe Biden dalam pertemuan bilateral di Gedung Putih, Washington DC Senin kemarin.
Jokowi dalam pertemuan itu menekankan pentingnya akses pasar yang lebih luas dan inklusif melalui perjanjian Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) yang diharapkan dapat memfasilitasi kepentingan Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Menurutnya, IPEF dapat membuat produk dari Indonesia dan negara berkembang lainnya untuk memanfaatkan subsidi hijau dalam UU IRA.
"Saya harap IPEF dapat mengakomodir kepentingan negara berkembang termasuk pemanfaatan subsidi hijau dari Inflation Reduction Act," tutur Jokowi dalam keterangannya, Rabu (14/11/2023).
Di sisi lain, dalam pernyataan pers Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, disebutkan secara prinsip Indonesia dan Amerika Serikat telah menyepakati pentingnya penguatan kerja sama mineral kritis. Kerja sama ini dapat membuka pasar Amerika Serikat untuk produk baterai listrik dengan bahan baku nikel asal Indonesia.
Pertemuan Jokowi dan Biden akan menyepakati dibentuknya rencana kerja (work plan) menuju pembentukan Critical Mineral Agreement (CMA). Menurut Retno, bila CMA sudah diteken, Indonesia bisa saja menjadi pemasok baterai kendaraan listrik di Amerika Serikat.
"Jika CMA sudah dimiliki maka Indonesia akan dapat menjadi pemasok kebutuhan baterai EV di Amerika Serikat, secara berkesinambungan, untuk jangka panjang," lanjut Retno.
Pembicaraan soal CMA ini bisa dilakukan setelah Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk meningkatkan hubungan dengan Indonesia ke level Comprehensive Strategic Partnership (CSP). Kesepakatan ini didapatkan usai Jokowi melakukan pertemuan empat mata di Gedung Putih dengan Joe Biden.
Dalam sambutannya pada pertemuan tersebut, Jokowi menekankan kemitraan yang dibangun Indonesia dan AS jangan sampai hanya jadi formalitas belaka. Harus ada kerja sama konkrit sebagai makna nyata perjanjian kemitraan tersebut.
"AS adalah salah satu mitra terpenting bagi Indonesia. Dan kami sepakat untuk meningkatkan kemitraan kami menjadi Kemitraan Strategis Komprehensif. Namun yang terpenting, kita harus memberikan makna yang nyata terhadapnya," kata Jokowi.(**/red)