Nasional, Buana Informasi TV - Elemen buruh menilai iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak menjadi solusi untuk masyarakat bisa mempunyai rumah. Mereka bahkan mengatakan membayar iuran Tapera merupakan hal yang percuma, sebab iuran yang dikumpulkan tidak bisa membayar uang muka alias down payment (DP) rumah.
"Ini jangankan untuk beli rumah ya, untuk membayar DP-nya saya tidak akan terpenuhi. Bahkan sampai berpuluh tahun pun tidak akan ketemu," kata Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Riden Hatam Azis di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).
Riden kemudian menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat absurd. Di tengah melemahnya daya beli dan kenaikan upah yang tidak diperhatikan, pekerja dibebani lagi oleh iuran Tapera.
Padahal, menurut Riden sudah ada banyak potongan terhadap gaji buruh. Mulai dari BPJS Kesehatan sampai BPJS Ketenagakerjaan. Oleh sebab itu, Riden meminta pemerintah mencabut PP Nomor 21 Tahun 2024, ia menyarankan pemerintah mencari skema lain agar masyarakat bisa mempunyai rumah.
"Kami meminta ada skema-skema lain terhadap bagaimana rakyat dan buruh khususnya mempunyai rumah. Misalnya kita meminta mengusulkan ada semacam rumah susun, ya artinya rumah yang memang daya kemampuan beli buruh itu bisa terjangkau," tegasnya.
Oleh sebab itu, Riden menegaskan bahwa iuran Tapera harus ditolak. Sebab, dana yang dihumpun masyarakat di dalam iuran Tapera juga tidak akan bisa digunakan sepenuhnya untuk membeli rumah.
"Sekarang dipatok oleh BTN itu kalau tidak salah kan harga jual itu kurang lebih Rp 190an juta. Dan ini sangat tidak mungkin, sangat tidak mungkin melalui Tapera yang hanya menggunakan iuran 3% dan itu harus dibayar oleh kami dan pengusaha. Pemerintah unfair," imbuhnya.
Sementara dalam keterangan resmi, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengatakan bahwa kebijakan Tapera bakal merugikan dan membebani pekerja. Selain itu, dia menilai iuran Tapera membuat pemerintah melepaskan tanggung jawab dalam menyediakan rumah.
Pasalnya, pemerintah tidak hanya bertindak sebagai pengumpul iuran dan tidak mengalokasikan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Permasalahan lain adalah dana Tapera rawan dikorupsi, serta ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana," pungkasnya. (**/red)