Nasional, buanainformasi.tv - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan merespons Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang meminta pajak kripto dievaluasi. Terkait hal itu disebut akan dibicarakan secara internal.
"Bagaimana pun masukan dari masyarakat kita terima termasuk Bappebti. Nanti pastinya akan kita bicarakan secara internal setelah ini," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kementerian Keuangan Dwi Astuti kepada wartawan di Uncle Z Kopitiam, Jakarta Selatan, Rabu (28/2/2024).
Sebelumnya, Bappebti meminta Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi pajak kripto karena dinilai berdampak terhadap nilai transaksi kripto di dalam negeri.
"Dengan pengenaan pajak sebesar saat ini, menambah biaya bagi para nasabah aset kripto. (Alhasil) banyak nasabah yang transaksi di exchange luar negeri," kata Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Tirta Karma Senjaya dalam acara 10 Tahun Indodax, Selasa (27/2).
Selain itu, peralihan pengawasan aset kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebut menjadi waktu yang tepat untuk evaluasi. Mengingat aset kripto tersebut akan masuk dalam sektor keuangan.
"Karena nanti kripto menjadi sektor keuangan. Kami harapkan komitmen DJP untuk evaluasi pajak ini. Evaluasinya karena (peraturan) ini sudah lebih dari 1 tahun. Tentu saja biasanya pajak itu ada evaluasi tiap tahun," ucap Tirta.
Sebagai informasi, pemerintah sejak Mei 2022 mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11% untuk setiap transaksi kripto di Indonesia dari nilai transaksi pada exchange yang terdaftar di Bappebti. Pungutan itu ditambah Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,1%.
Total dari 2022-2024 DJP telah mengumpulkan pajak kripto sebesar Rp 506,4 miliar. Sementara itu, khusus di Januari 2024 terkumpul Rp 39,13 miliar. (**/red)