Mitra Bentala Gelar Lokakarya Tentang Kerentanan Dan Risiko Iklim Sektor Pertanian Lampung

Bandar Lampung, Buana Informasi TV - Mitra Bentala gelar lokakarya tentang kerentanan dan risiko iklim sektor pertanian Provinsi Lampung. 

Lokakarya tentang kerentanan dan risiko iklim sektor pertanian Provinsi Lampung tersebut digelar di Hotel Horizon Kota Bandar Lampung, Senin (19/2/2024). 

Ada dua narasumber dari BMKG Provinsi Lampung serta Perwakilan Dinas Pertanian Provinsi Lampung.

Adapun tujuannya adalah mencoba untuk menyajikan kebijakan pembangunan ketahanan iklim tahun 2020/2045 dan meningkatkan pemahaman serta keluhan para pihak terkait dengan isu perubahan iklim di negeri.

Direktur Eksekutif Mitra Bentala, Rizani, menjelaskan bahwa diadakannya lokakarya tersebut dimaksudkan untuk membuka ruang untuk saling berdiskusi.

Berbagi cerita terkait perubahan iklim El Nino panjang yang telah melanda pada tahun 2023 lalu.

"Hari ini memang kita membicarakan bagaimana sektor pertanian itu paling terdampak, mungkin nanti masyarakat akan bercerita tentang situasi yang mereka hadapi dan berharap sebenarnya pemerintah itu memperhatikan sektor-sektor terutama pertanian dan memberikan dukungan bagaimana menghadapi situasi yang seperti ini," katanya.

El Nino dikatakan telah memang telah menjadi isu global, regional dan seluruh kewilayahan, dan dampaknya sangat berpengaruh pada sektor pertanian terutama di Provinsi Lampung.

"Karena kan perubahan iklim ini salah satu kebijakan dari pemerintah pusat tentang kebijakan pembangunan."

"Ada 4 sektor yang paling terdampak di iklim itu yang pertama sektor pertanian, pesisir, perairan laut, air, dan sektor kesehatan."

"Khusus hari ini membicarakan tentang bagaimana sektor pertanian itu yang paling terdampak akibat perubahan iklim."

"Kita tahu semua bahwa di tahun 2023 ada kemarau panjang, tentu itu berpengaruh terhadap sistem pertanian kita," ujarnya.

Dampak yang dirasakan berakibat pada terhambatnya kegiatan budidaya pertanian seperti air yang tidak bisa mengaliri sawah yang kemudian berujung pada pergeseran waktu tanam, serta gagal panen yang berpengaruh pada sisi pendapatan serta ketersediaan pangan.

Komoditas yang disebut sebagai penyumbang utama inflasi saat ini ialah beras dan telur.

Sementara itu dari pihak Koordinator Program VICRA (Voice of Inclusiveness Climate Resilience Actions) Lampung Timur /Advisor Kebijakan Sektor Kehutanan & Per YKWS, Isyanto, mengatakan dampak yang dimunculkan El Nino berdaampak buruk pada kalender tanam petani yang bahkan sudah tidak bisa terpakai lagi akibat adanya pergeseran.

"Pasti bahwa adanya perubahan iklim itu mengakibatkan kalender tanam yang sudah dimiliki oleh petani itu. Sekarang nggak bisa lagi dipakai, sudah bergeser gitu," katanya.

Disampaikan pula bahwa sesungguhnya perubahan iklim ini pada hakikatnya merambah pada hal yang tidak terpikirkan seperti penurunan pendapatan hingga biaya pendidikan pun juga ikut terdampak menjadi kurang terpenuhi.

"Jadi antusias petaninya mereka menyampaikan keluhan keluhan seperti itu."

"Jadi ada lain ternyata perubahan iklim ini anak sekolah pun akhirnya SPP nunggak karena gagal panen sekolah harus berjalan muter karena jembatannya banjir."

"Itu kan hal hal yang sepertinya tidak terpikirkan oleh banyak orang, tapi itu dirasakan oleh masyarakat bawah. Nah, melalui program seperti fikra inilah itu disampaikan kepada publik," jelasnya.

Dalam kesempatan ini juga, Sekretaris Bappeda Provinsi Lampung, A Liannurzen, menyampaikan perubahan iklim memang sudah menjadi isu global, regional dan seluruh kewilayahan tahun 2023.

Dipastikan suhu meningkat di beberapa wilayah, kemudian peningkatan frekuensi durasi kejadian gelombang panas juga dipastikan terjadi.

Peningkatan suhu permukaan global direspon oleh siklus air global melalui perubahan pola curah hujan pada musim dasar dan musim kering yang berbeda beda antar wilayah.

Data yang didapat dari BMKG didapatkan adanya identifikasi yang memperkirakan El Nino memang hanya bergeser 10 hari.

Akan tetapi menurutnya dampaknya terasa sampai satu bulan lebih.

"El Nino tuh kalau dari data BMKG kita hanya bergeser 10 hari untuk perkiraan musim penghujan nya, tapi kenyataannya hampir satu bulan lebih hujannya tuh baru mulai baik."

"Yang memang kalau dari data BMKG pergeserannya tidak banyak tapi karena pengaruhnya sampai berbulan-bulan akhirnya terasa ada masalah kekeringan."

"Tapi kalau kita lihat di apa Januari, Februari ini mungkin malah banyak yang mengalami banjir. Mudah mudahan dari BMKG tidak bisa menyampaikan kepada masalah kembali daripada musim 2024," katanya.

Disampaikan juga mengenai anomali kekeringan yang diprediksi BMKG akan kembali terjadi pada bulan Mei dan memuncak pada bulan September 2024.

"Emang Lampung artinya mulai kering lagi di bulan Mei tapi kita ada anomali bahwa tidak ada El Nino."

"Memang akan terparah nanti mungkin di September dan anomali ini bukan artinya apa seperti kita mengalami ada nino yang artinya ada apa kekeringan seperti kemarin."

"Tapi artinya pola curah hujannya yang berbeda. Nah ini aja jadi bukan bukan artinya relatif sama," jelasnya.

Selanjutnya pihaknya menyampaikan program yang direncanakan Bappeda provinsi Lampung terkait hal itu.

Seperti evaluasi terkait masalah capaian gas rumah kaca, energi baru terbarukan, ekonomi hijau, pemaksimalan penyediaan air bersih dan pengelolaan sampah.

Sementara Koordinator Program VICRA (Voice of Inclusiveness Climate Resilience Actions) Lampung Timur /Advisor Kebijakan Sektor Kehutanan & Per YKWS, Isyanto, mengatakan terkait hal yang dialami para petani dan masyarakat seperti halnya perubahan iklim ini memang tidak tidak sampai mencuat ke atas.

Akan tetapi pihaknya berharap bisa teratasi juga melalui program VICRA memberikan masyarakat ruang ruang publik untuk bisa menyuarakan.

Vicra atau Voice of Inclusiveness Climate Resilience Action merupakan program yang diluncurkan Pattiro Lampung berkolaborasi dengan Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) untuk menyuarakan perubahan iklim yang inklusif.

Lokakarya ini juga turut mengundang dan melibatkan OPD pemeritahan Provinsi Lampung serta para aktifis dan stake holder terkait.

Turut mengundang perwakilan Bappeda Provinsi Lampung, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Lampung, Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, Dinas Tanaman Pangan dan Holtikulutra Provinsi Lampung, Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Lampung, DInas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Lampung, Dinas Pertanian Provinsi Lampung, BPBD Provinsi Lampung, serta para kelompok terkait seperti Kelompok Wanita Tani (KWT) Desa Trimulyo, GAPOKTAN Desa Trimulyo, Petani Milenial Desa Trimulyo, Pemerintah Desa Trimulyo, Kelompok Petani Muda Desa Bogorejo Mahasiswa, YKWS, Walhi, Watala, dan sejumlah media partner. (**/red)