Nasional, Buana Informasi TV - Indonesia saat ini terus mendorong percepatan transisi energi. Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengungkapkan saat ini perseroan terus berinisiatif untuk mencapai cita-cita transisi tersebut.
Salah satunya adalah dengan gencar bekerja sama dengan pihak-pihak terkait. Menurut Darmawan, untuk transisi energi ini bisa didukung dengan mekanisme Just Energy Transition Partnership (JETP).
Mekanisme ini akan menjadi katalisator pembiayaan. Menurut Darmawan, dibutuhkan kolaborasi untuk mencapai nol emisi. "Pengurangan emisi 1 ton CO2 di Indonesia berpengaruh ke pengurangan emisi di dunia, kami tak bisa sendirian," kata dia di Paviliun Indonesia COP28 Dubai, ditulis Selasa (5/12/2023).
Kini ada dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) di mana PLN juga terlibat dalam ratusan proyek transisi energi. Antara lain penambahan kapasitas pembangkit energi bersih dan Green Enabling Transmission untuk pasokan listrik yang adil dan merata.
PLN telah mendesain skenario ARED yang akan menambah kapasitas pembangkit EBT hingga 75 persen dari total kapasitas pembangkit listrik Indonesia pada tahun 2040 mendatang.
Darmawan memastikan berinvestasi di Indonesia dalam hal energi baru terbarukan bukanlah proyek merugikan. Mengingat kemajuan teknologi membuat harga EBT lebih murah, Indonesia juga memiliki perbaikan iklim investasi yang bisa mendorong return of investment yang sangat menarik bagi investor.
Di saat yang sama, upaya ini bukan hanya demi masa depan bumi yang lebih baik. Lewat proyek transisi energi ini justru bisa menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Pembukaan lapangan kerja baru, pertumbuhan industri baru serta jaminan akses listrik yang merata mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Artinya dengan inovasi, investasi energi terbarukan saat ini menjadi lebih murah dan lebih kompetitif," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan CIPP sebagai langkah komprehensif dalam menangkap peluang pendanaan transisi energi melalui mekanisme JETP.
"Kemitraan JETP menyadarkan kami bahwa banyak pekerjaan yang harus kami lakukan bersama. Dunia butuh paradigma baru dalam mekanisme pendanaan iklim. Kita semua perlu berkolaborasi dalam menyelaraskan kemitraan pendanaan iklim. Hal ini membutuhkan upaya global untuk memitigasi krisis iklim," ujar Luhut.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu dalam kesempatan yang sama menekankan gerak aktif kelompok global untuk bisa mewujudkan kemitraan yang komprehensif dalam mempercepat transisi energi.
"Saya terus menggaungkan kolaborasi. Kolaborasi antara negara maju dengan negara berkembang menjadi satu-satunya cara untuk bisa mencapai target iklim yang lebih baik. Kolaborasi swasta, industri dan lembaga filantropi juga mampu mendorong percepatan ini," ungkap Mari Elka.
Di sisi lain, Group CEO Standard Chartered Bill Winters menegaskan Indonesia merupakan salah satu negara maju yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat. Melalui roadmap yang dimiliki oleh Indonesia dalam transisi energi tak hanya perlu dukungan, namun saat ini semua mata memandang tertuju ke Indonesia sebagai negara yang mumpuni dalam iklim investasi.
"Kita semua tahu bahwa Indonesia adalah negara muda yang tumbuh dengan sangat cepat. Tidak ada negara lain yang telah melakukan percepatan dan langkah ambisius dalam transisi energi. Indonesia punya banyak program investasi yang jelas dan detail. Sudah saatnya kita mendukung dan mendorong kemitraan internasional untuk membantu Indonesia melaksanakan transisi energi," tutup Bill Winters. (**/red)