Nasional, Buana Informasi TV - DPR RI bakal menggelar rapat paripurna hari ini. Salah satu agendanya ialah pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Revisi UU tersebut sudah disepakati oleh Komisi II DPR lebih dulu.
Berdasarkan agenda rapat paripurna DPR RI ke-7 masa persidangan I Tahun sidang 2023-2024 yang digelar hari ini, Selasa (3/10/2023), bakal ada pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap revisi UU IKN. DPR juga akan mengambil keputusan tentang RUU Aparatur Sipil Negara (ASN).
DPR juga bakal mengambil keputusan soal program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2024. DPR juga bakal mengambil keputusan terhadap hakim konstitusi dari DPR, yakni Arsul Sani, yang telah disepakati oleh Komisi III DPR lebih dulu.
Tentang Revisi UU IKN
Sebelumnya, delapan fraksi di Komisi II DPR RI dan pemerintah telah sepakat membawa revisi Undang-Undang nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN ke rapat paripurna. Fraksi PKS menolak revisi UU IKN dibawa ke paripurna DPR.
Hal tersebut disampaikan dalam rapat kerja Komisi II DPR RI yang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia, Selasa (19/9). Turut hadir Kepala Otorita IKN Bambang Susantono, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto, hingga Menteri PPN atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Tiap fraksi di DPR menyampaikan pandangannya terkait revisi UU IKN. Diketahui, Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, PPP, dan Demokrat menyetujui revisi UU IKN dibawa ke tingkat II atau paripurna.
"Apakah kita bisa menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara ini?" yang dijawab setuju oleh anggota.
Doli pun mengetuk palu atas sikap para fraksi. Ia mengatakan revisi UU IKN akan dibawa ke paripurna untuk pengesahan.
"Dan kita sama-sama menyetujui untuk melanjutkannya dan kemudian untuk pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang akan datang," ungkapnya.
Demokrat menerima revisi UU IKN itu dengan sejumlah catatan. Demokrat menilai Otorita IKN akan memiliki kewenangan yang lebih luas.
Dalam kesempatan yang sama, PKS melalui Teddy Setiadi menyatakan penolakan. Namun, dia tidak menjelaskan catatan dari partai terkait sikap itu. (**/red)