Nasional, Buana Informasi TV - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan para pembuat stiker wajah di WhatsApp berpotensi terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Disampaikan Budi, pembuat stiker wajah di WhatsApp jika memiliki tujuan buruk, maka ia bisa saja dikenakan UU ITE.
"Itu kan macam-macam, bisa ke UU ITE kalau pakai untuk hal-hal buruk," ujar Budi ditemui di Istana Keperesidenan Jakarta, Senin (25/9) sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia.
Sebelumnya,akun TikTok @banghafidd menyebut aksi membuat stiker dari wajah orang lain bisa diganjar UU ITE. Dia merujuk Undang-Undang ITE pasal 32 ayat (1) dengan ancaman hukuman pidana penjara delapan tahun atau denda maksimal Rp2 miliar. Konten ini pun viral di media sosial.
Merespons hal itu, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto mengatakan kasus ini tergantung dari perbuatan jahatnya.
"Persoalannya tindakan mana yang masuk kategori pidananya? Kalau semua yang mengubah foto jadi stiker WA, di mana mens rea-nya (niat jahatnya)? Ada atau tidak niat jahatnya, kalau tidak ada, kan tidak bisa dipidana," kata Damar.
Damar kemudian menjelaskan pada Pasal 32 ayat (1) dalam UU ITE pada dasarnya tidak menyasar perbuatan, seperti membuat stiker WhatsApp.
Hanya saja, kata Damar, dalam aturan tersebut sebenarnya menyasar pada aktor/orang jahat yang mengubah informasi yang disimpan di server, dengan tujuan memanipulasinya semisal merusak data orang, mengganti nama orang dengan namanya sendiri, atau ganti nomor rekening. Tujuannya adalah menguasai harta benda dan lainnya dalam konteks transaksi elektronik.
"Jadi sebenarnya kurang tepat kalau hanya karena tidak senang foto wajahnya dijadikan stiker WA, lalu melapor ke polisi pakai pasal 32 ayat 1 UU ITE. Agak melenceng dari maksud pasal itu sendiri yang dibuat untuk mencegah tindakan yang merugikan transaksi dan informasi digital," tutur dia.
Jika pun seseorang tak berkenan fotonya dipakai jadi stiker WhatsApp, Damar menyebut ini bisa dilaporkan ke pihak kepolisian. Namun, katanya, perlu ada penjelasan lebih lanjut soal perbuatan apa yang dianggap pidana itu, apakah menghina, mencemarkan nama baik, atau memeras.
"Ya bisa itu maksudnya setiap warga negara punya hak melapor, tapi kan laporannya juga harus ada aturan hukumnya apa," pungkas Damar. (**/red)