Mesuji, buanainformasi.tv - Penyelesaian konflik agraria di wilayah Register 45, Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji Lampung terus mengalami jalan buntu.
Pasalnya, penyelesaian konflik lewat program kemitraan dan perhutanan sosial kepada masyarakat di Register 45 terbukti gagal dalam memperbaiki dan meningkatkan kehidupan petani.
Padahal sebelumnya, Pemerintah Daerah (Pemkab) Mesuji dan KPH Sungai Buaya menjanjikan kesejahteraan dan hasil surplus panen dari komoditas kemitraan yang dijalankan oleh petani.
Salah satu tokoh masyarakat di kawasan Register 45, wilayah Marga Jaya, Nyoman Sayur mengaku, jika program kemitraan itu sangat merugikan petani di Register 45.
"Kerugian itu saya ketahui karena sudah mengikuti program kemitraan sejak 2015 hingga sekarang," ujarnya, Rabu (18/9/2024).
Nyoman mengatakan, selama sembilan tahun berjalan dalam program kemitraan ini ada tiga jenis komoditas yang ditanam.
Yaitu kayu albasia, singkong dan tebu.
Nyoman pun menceritakan kronologi program kemitraan yang dinilai merugikan petani di Register 45.
Ia mencontohkan, untuk komoditas tanaman kayu albasia yang ditanam sejak tahun 2015 sampai saat ini hasil panennya tidak ada laporan hitungan dan hasil bagi petani.
"Jadi hasil panen kayu petani tidak tau secara jelas dapatnya berapa kubik dan berapa hasil dari penjualannya, semua dipanen oleh PT Silva tanpa hitungan yang transparan," ungkapnya.
Untuk komoditas lainya seperti singkong, selama sembilan tahun berjalan sudah beberapa kali panen dan sampai saat ini belum ada hitungan hasil panen dan hitungan bagi hasil ke petani.
Begitu juga untuk komoditas tebu yang sudah berjalan di tahun 2023 yang lalu juga tidak jauh berbeda hasilnya dengan komoditas kemitraan sebelumnya.
Setelah panen tebu hitungan pendapatan dan bagi hasil ke petani sangat jauh dari cukup untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
"Hitungannya sebagai komoditas tahunan tidak masuk, untuk jangka waktu setahun dengan luasan 1 hektar cuma menghasilkan pendapatan 1-2 juta bagi petani," imbuhnya.
Pengakuannya lainya juga disampaikan oleh tokoh masyarakat di Sido Rukun Register 45, jika program kemitraan yang menjamin adanya keamanan bagi petani ternyata juga jauh dari harapan.
Menurutnya masih banyak terjadi premanisme yang masuk ke kawasan Register 45 dan mengancam untuk mengambil lahan masyarakat.
Bahkan ada juga yang meminta sejumlah uang kepada masyarakat di Register 45.
"Beberapa kasus terdapat pengambil alihan lahan petani secara paksa oleh oknum-oknum tertentu untuk diperjualbelikan," ucapnya
"Akibatnya masyarakat tidak berdaya sama mafia yang seperti itu, sedangkan aparat negara dan pemerintah cenderung melakukan pembiaran sehingga tetap saja korbannya adalah petani," sambungnya.
Atas permasalahan tersebut, tokoh masyarakat yang tidak ingin disebut identitasnya itu menyatakan menolak program kemitraan dan segala bentuk kerjasama perhutanan sosial.
"Kami sudah capek dan tidak mau lagi dibohongi dengan janji-janji palsu mensejahterakan, janji palsu petani berjaya. Itu jauh dari harapan karena sudah 9 tahun berjalan bukan kesejahteraan yang kami dapat tapi sengsara dan kesulitan hidup untuk bertahan," paparnya.
Terpisah, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Syahrul Sidin pun meminta kepada Pemerintah Daerah dan KPH Sungai Buaya untuk menghentikan program kemitraan dan perhutanan sosial.
Syahrul pun beranggapan bahwa negara semestinya memeriksa kembali praktek kerjasama program tersebut.
"Harus dievaluasi lagi, apakah benar program tersebut menyelesaikan konflik agraria secara nyata atau hanya menunda konflik agraria yang jauh lebih besar dampaknya dikemudian hari," ungkapnya.
Apalagi, kata dia, secara gamblang praktek 9 tahun kemitraan menyisakan luka dan kesengsaraan bagi petani yang bermitra.(**/red)