breaking news Baru

Mahasiswa Fakultas Pertanian Di Unila Mengaku Dianiaya Oleh Alumni

Bandar Lampung, Buana Informasi TV - Seorang mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Unila) bernama Ferdy Ramadon menjadi korban penganiayaan.

Ia mengaku dianiaya oleh alumni Unila di sekretariat Faperta Unila, Minggu (24/12/2023).

Ferdy mengatakan, penganiayaan itu terjadi pasca Musyawarah Besar Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Unila (Gamatala).

 

"Setelah kami mubes, ada senior dengan inisial WES memukul saya dan juga mengancam akan dibunuh," kata Ferdy kepada sejumlah awak media di Bandar Lampung, Senin (25/12/2023). 

Saat itu, Ferdy menghampiri seorang alumni untuk meminta izin menempati sekretariat Hima Ilmu Tanah. 

Namun, WES tidak terima hingga akhirnya menganiaya korban. 

"Saya ditonjok dua kali, yakni pada bagian dahi dan di bagian pipi sebelah kanan," sebut Ferdy. 

Korban mengaku dikepung oleh sejumlah alumni di bundaran kampus Unila. 

 

Sementara itu, mahasiswa Unila merasa ada kejanggalan dalam Pemilihan Raya (Pemira) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unila. 

Calon Ketua BEM Unila 2024 Ahsanul Khotam menyampaikan ada indikasi penggelembungan suara di lima fakultas. 

"Indikasi penggelembungan suara ini terjadi di lima fakultas, yaitu FH, FISIP, FEB, FT, dan FKIP," kata Ahsanul. 

"Saya menduga adanya penggelembungan suara tersebut karena tidak sesuainya jumlah suara yang masuk dengan mahasiswa yang hadir untuk mencoblos," beber calon nomor urut satu itu. 

Menurut dia, dugaan itu dapat dilihat pada hasil perolehan suara yang dirilis oleh Panitia Pemira (Panra) di masing-masing TPS.

Proses pencoblosan dilakukan secara serentak di setiap fakultas. 

Namun dalam pelaksanaannya, ditemukan berbagai kecurangan yang diduga dilakukan oleh Panra. 

Seperti tidak diperkenankannya saksi dari masing-masing calon untuk menyaksikan proses pencoblosan.

"Jumlah suara di FKIP mencapai 2.000 lebih, FT 1.500 suara, di FH mencapai 600 suara masuk," sebut Ahsanul. 

Padahal, kata dia, mahasiswa yang hadir ke TPS dari tiga fakultas tersebut diperkirakan tidak mencapai 500 orang. 

Panra di lima fakultas tersebut juga tidak transparan mengenai jumlah pemilih yang hadir untuk memberikan suaranya.

“Pemira yang harusnya menjadi momen sakral satu tahun sekali ini tercoreng ulah oknum panitia," kata Ahsanul. 

"Banyak sekali kejanggalan yang dapat dlilihat secara langsung, seperti saksi yang tidak diperkenankan menyaksikan secara langsung," tuturnya. 

"Kejadian ini mencederai nilai-nilai demokrasi kampus dan dapat menurunkan partisipasi mahasiswa dalam berdemokrasi di masa mendatang," cetus Ahsanul.

Ia pun secara tegas menolak hasil Pemira karena berlangsung tidak fair dan merugikan salah satu pihak. 

"Kami menuntut kepada Panra dan Warek 3 untuk menyelenggarakan Pemira ulang di lima fakultas yang diduga terjadi penggelembungan suara,” tandasnya. (**/red)