Nasional, Buana Informasi TV - Cerita soal anggota DPR RI sekaligus pengusaha yang menekan menteri saat rapat, lalu memesan proyek, diungkap cawapres nomor urut 3 Mahfud Md. Anggota DPR yang aktif dalam periode saat ini memberi sorotan kepada Menko Polhukam tersebut.
Cerita itu diungkapkan oleh Mahfud saat sesi tanya jawab Dialog Terbuka Muhammadiyah Bersama Calon Pemimpin Bangsa di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Tangerang Selatan, Kamis (23/11/2023). Mahfud menjawab pertanyaan panelis soal batas-batas kekuasaan dalam pemerintahan
"Juga sekarang berdasarkan hasil penelitian, kekuasaan sekarang itu banyak sekali yang eksesif, karena adanya conflict of interest," kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan bahwa indeks korupsi di Indonesia pada tahun 2021 itu 38, namun pada 2022 anjlok menjadi 34. Mahfud memberi alasannya, salah satunya konflik kepentingan anggota Dewan sekaligus pengusaha.
"Apa penjelasannya? Karena tadi, batas-batas kekuasaan itu bercampur baur. Misalnya di lembaga legislatif, di lembaga legislatif itu ada orang yang menjadi anggota DPR sekaligus punya perusahaan. Yang kemudian kalau ada nego-nego dengan pemerintah bagi pengembangan perusahaannya, digarap di legislatif, dalam forum rapat kerja dan sebagainya," ujar Mahfud yang juga menjabat Menko Polhukam.
Mahfud kemudian menceritakan menteri ditekan oleh anggota DPR yang bicara keras. Namun, setelah rapat, kata Mahfud, anggota DPR itu memesan proyek kepada menteri dan menurutnya itu merupakan konflik kepentingan.
"Kadang kala menteri itu ditekan, sesudah ditekan gitu, bicara keras. Nanti sesudah keluar dari sidang, lalu pesan proyek, itu DPR, banyak itu, conflict of interest," ucapnya.
Ganjar Pranowo-Mahfud Md menghadiri dialog terbuka Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Kamis (23/11/2023). Mereka memaparkan visi-misinya sebagai capres dan cawapres.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil menanggapi pernyataan Mahfud Md yang menyebut menteri ditekan anggota DPR lalu diminta proyek. Nasir menyebut hal itu sebagai tuduhan yang tidak berdasar.
"Sangat disayangkan kalau menteri koordinator selevel Mahfud MD hari gini masih suka melempar tuduhan ke anggota DPR RI. Saya katakan tuduhan karena beliau tidak menyebutkan secara detail soal menteri ditekan DPR yang diikuti dengan minta proyek," kata Nasir, Kamis (23/11).
Nasir mempertanyakan apakah seorang menteri bisa ditekan oleh anggota DPR. Padahal, lanjutnya, menteri juga punya hak menolak segala sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsipnya.
"Kalau Mahfud Md menceritakan hal di atas, sebaiknya Mahfud menyebutkan secara terang benderang, menteri mana yang pernah ditekan dan proyek apa yang diminta oleh anggota DPR RI itu?" kata Nasir.
"Sebab, melempar tuduhan kepada anggota yang bertugas di lembaga eksekutif demi mendapatkan pujian dan guna meraih citra tentu sangat disayangkan. Saya tidak membicarakan Mahfud Md sebagai cawapres, tapi sebagai Menko Polhukam," pungkasnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman sepakat dengan apa yang disampaikan Mahfud. Namun, menurut Habiburokhman hal tersebut bisa saja terjadi era Mahfud masih anggota DPR atau mungkin di era anggota DPR saat ini.
"Saya sepakat dengan Pak Mahfud. Mungkin yang Pak Mahfud maksudkan terjadi di era beliau menjadi anggota DPR. Mungkin juga peristiwa tersebut juga terjadi di era DPR sekarang," kata Habiburokhman, Kamis (23/11).
Namun, Habiburokhman tak menyebutkan siapa pihak yang melakukan hal tersebut. Dia menduga fenomena adanya dugaan tekanan dan titip proyek itu juga terjadi di Kemenko Polhukam yang dipimpin Mahfud.
"Tapi tidak tertutup kemungkinan oknum pemeras juga ada di Kementerian Polhukam sejak dahulu atau saat ini. Fenomena oknum pejabat yang melakukan pelanggaran kan bisa terjadi di mana saja," ujarnya.
Waketum Gerindra ini mendorong siapa pun pihak yang mengetahui adanya kejadian tersebut agar melakukan pelaporan. "Yang terpenting setiap orang yang mengetahui atau melihat pelanggaran pidana seharusnya membuat laporan," katanya.
Cerita Mahfud Md tersebut juga mendapat kritik dari anggota DPR lainnya. Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat, Santoso, menilai pernyataan Mahfud tersebut terjadi saat Mahfud menjabat menjadi anggota Dewan.
"Pernyataan itu menurut saya mewakili Pak Mahfud waktu jadi anggota DPR di masa lalu, bukan kultur DPR masa kini. Statement itu pastinya disampaikan oleh pihak yang pernah mengalami atau terlibat dalam masalah itu. Umumnya yang berpengalaman lah yang menyatakan apa yang terjadi karena yang bersangkutan pernah melakukannya. Seperti peribahasa 'ala bisa karena biasa'," kata Santoso kepada wartawan, Kamis (23/11).
Santoso mengatakan anggota DPR kerap menyatakan kritik dan saran kepada mitra kerja supaya ada perbaikan. Ia menyebut perilaku yang disampaikan Mahfud terkait proyek titipan bisa dicek langsung kepada anggota di lapangan.
"Sebagai anggota DPR saat ini yang sering dalam rapat bersama mitra kerja saya menyampaikan kritik dan saran dalam rangka fungsi pengawasan DPR. Begitupun dengan anggota DPR yang lain bisa dicek apakah berperilaku seperti yang di sampaikan Pak Mahfud Md," katanya.
Legislator Partai Demokrat ini mengatakan jika ada anggota yang menekan menteri itu adalah hal yang wajar untuk mencari suatu kepastian akan tugas yang diemban. Ia menyebut Menko Polhukam semestinya tak menggeneralisasi hal itu kepada seluruh anggota Dewan.
"Kalau ada anggota yang suka menekan menteri atau mitra kerja komisinya jelas itu memang merupakan tugas dan fungsinya agar mitra kerjanya tidak melakukan kesalahan dan penyimpangan, bukan menekan tanpa alasan," kata Santoso.
"Apalagi minta proyek. Pak Mahfud tidak bisa menggeneralisir bahwa apa yang dilakukan sebagai fungsi pengawasan itu sebagai upaya mendapatkan proyek. Jika ada dengan maksud mendapatkan proyek itu hanya oknum tertentu saja bukan bagian dari institusi anggota DPR secara keseluruhan," imbuhnya. (**/red)