Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan kepemilikan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di laut tidak cukup hanya dibatalkan, namun harus diproses secara hukum.
Mahfud menjelaskan bahwa vonis yang pernah dikeluarkan MK melarang pengusahaan perairan pesisir untuk swasta maupun perorangan
Diketahui, hingga kini belum ditemukan unsur tindak pidana dalam pengusutan pagar laut dengan HGB yang disebut cacat prosedur dan materil ini.
"Sertifikat ilegal HGB untuk laut tak bisa hanya dibatalkan tapi harus dipidanakan karena merupakan produk kolusi melanggar hukum."
"Vonis MK No. 3/PUU-VIII/2010 dan UU No. 1 Thn 2014 jelas melarang pengusahaan perairan pesisir untuk swasta ataupun perorangan. Kasus ini beda loh dengan reklamasi," kata Mahfud dikutip dari akun X, Selasa (28/1/2025).
Mahfud sebelumnya juga mempertanyakan sikap aparat penegak hukum yang dinilai tak tegas dalam kasus pagar laut.
Menurutnya, kementerian dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tak perlu takut jika memang tak terlibat.
"Saya melihat isu pagar laut ini semula terjadi saling lempar dan akhirnya ketahuan dan lalu sekarang tampaknya kementerian itu pada takut untuk mengungkap itu."
"Kan masalahnya sederhana ya laut itu tidak boleh dikavling laut itu tidak boleh ada HGB nya tapi keluar HGB. Jelas itu adalah pelanggaran hukum, apa sulitnya mengungkap itu nggak perlu takut kalau menteri itu tidak terlibat," kata Mahfud, Senin (27/1/2025)
Mahfud MD juga menduga ada keterlibatan 'orang dalam' dalam penerbitan sertifikat di perairan lokasi dipasangnya pagar laut.
Pakar Hukum Tata Negara itu meyakini bahwa penerbitan sertifikat itu tidak mungkin terjadi tanpa adanya peran oknum tertentu, baik dari aparat atau birokrasi yang terlibat dalam prosesnya. Ia menduga ini lebih dari sekadar masalah administrasi.
"Pasti itu pekerjaan oknum aparat. Atau birokrasilah, yang mengurus ini. Nah, untuk itu sekarang yang ini nanti harus diusut tersendiri sebagai pelanggaran hukum," ujar Mahfud, Rabu (22/1/2025).
Menurut Mahfud, pengusutan masalah sertifikat pagar laut ini juga tak begitu sulit.
Karena pemerintah bisa langsung menelusuri siapa pihak yang menandatangani HGB tersebut, sekaligus Kantor BPN yang menerbitkan.
"Karena ada kantor yang disebut Pak Nusron itu tadi kan nyebut 263, itu kan berarti nama di situ. Ada nomor, ada tanggal pasti. Ada yang tanda tangan. Iya kan? Di semua itu. Nah mulai dari situ," imbuh Mahfud.
Polemik kepemilikan sertifikat tersebut mencuat setelah viral keberadaan pagar laut di wilayah Kabupaten Tangerang, Banten.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengakui bahwa pagar laut misterius sudah bersertifikat HGB.
Pertama, PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang.
Kedua, atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, kemudian atas nama perseorangan sebanyak 9 bidang.
Selain itu, ada juga sertifikat hak milik atas nama Surhat Haq sebanyak 17 bidang.
Tak hanya di Tangerang, muncul juga kepemilikan HGB di laut Sidoarjo, Jawa Timur dengan luas 656 hektare.
HGB tercatat milik PT Surya Inti Permata 285,16 hektare dan 219,31 hektare serta PT Semeru Cemerlang 152,36 hektare. Masa berlaku HGB habis pada 2026.
Mahfud MD Tegaskan Kepemilikan Sertifikat HGB
