breaking news Baru

Polisi Tak Temukan Adanya Bukti Perundungan Terkait Kasus Siswi MU

Bandar Lampung, Buana Informasi TV - Tim investigasi Polda Lampung, Dinas PPPA Lampung dan Disdikbud Lampung tidak menemukan perundungan terhadap MU (18) siswi SMA di Bandar Lampung

Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Umi Fadilah Astutik mengatasi, tim tidak menemukan perundungan MU siswi SMA tersebut. 

 

"Dari hasil petunjuk video dan wawancara yang dilakukan baik saksi maupun pelapor hingga terlapor. Ditemukan fakta tidak ditemukan adanya pengambilan video atau perundungan terhadap pelajar tersebut," ujar Kabid Humas Polda Lampung, Rabu (6/12/2023). 

 

Ia mengatakan, tim mendapati dari hasil wawancara dengan Satreskrim  menyimpulkan bahwa tidak ada perundangan terkait video itu.

Karena hasil pembuatan video atas kemauan MU sendiri.

"Kami akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan perkara ini," kata Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Umi. 

Tindak pidana ITE dilaporkan oleh pihak MU dengan melaporkan enam pelajar T, H, Y, R, Z dan K.

Kemudian tim melakukan wawancara pelapor hingga saksi saksi yang mengetahui kejadian tersebut

"Ada empat saksi diperiksa T, M, Y dan Z, sementara H dan K belum diperiksa karena masih ada kegiatan studi tour," 

 

"Pelapor nanti akan kami dalami dan pembuatan video itu dilakukan pada Juni 2023, lalu MU ini meminta R untuk membuatkan video konten berupa bahasa Korea," terangnya.

Kemudian ditambah materi konten dewasa, namun akhirnya karena dibilang jelek maka dihapus dengan MU. 

Beberapa kali membuat konten dihapus dan ketika MU dan R membuat konten di dalam kelas secara tidak sengaja ada H memvideokan aktivitas mereka.

"Jadi video H ini yang menjadi masalah, pada 29 November 2023 dimana MU ini memainkan boneka milik K seperti orang dewasa," imbuhnya.

Temannya K menegur dan ternyata teguran membuat MU tersebut terkena psikisnya lalu di bawa ke rumah sakit jiwa. 

"Lalu diberikan obat penenang dan MU mau dikembalikan ke rumahnya," kata Kombes Pol Umi Fadilah Astutik. 

Staf Disdikbud Lampung Trio Zulkarnain mengatakan, pihaknya sudah melakukan upaya pencegahan di lingkungan pendidikan. 

"Kami memerintahkan seluruh satuan pendidikan membuat tim penanganan kekerasan," bebernya.

Pihaknya juga sedang melakukan sosialisasi atas pencegahan perundungan, dan selain tim dari sekolah provinsi pihaknya juga mempunyai satgas.

Satgas tersebut terdiri dari Disdikbud, Dinas PPPA, Disos hingg LSM perempuan dan anak. 

"Sekarang masih terus berproses kami terus melakukan pembinaan dan pengawasan," kata Trio. 

Tabroni, Ketua PDM Kota Bandar Lampung, mengatakan, pengurus Muhammadiyah berusaha menciptakan sekolah ramah anak. 

"Jadi kami hindari terjadinya perundungan apakah dilakukan guru maupun siswa," kata Tabroni.

Untuk di Muhammadiyah pihaknya berusaha mengarahkan ke mereka agar memiliki karakter yang islami.

"Kami senantiasa meminimalisir agar tidak terjadi perundungan," ujarnya.

Paman korban MU Zakaria Mansyur mengatakan, keponakannya menjadi korban mental psikologinya. 

"Kami sesalkan kenapa tidak ada perundungan dalam konpers tersebut, kami sebagai masyarakat kecil bingung siapa lagi kami mengadu," 

"Kami meminta kepolisian untuk menindaklanjuti para pelaku yang sudah menyakiti mental anak kami," kata Zakaria. 

Zakaria mengatakan, kalau pun tidak ada penyelesaian maka pihaknya akan menyampaikan permasalahan ini ke presiden. 

Sementara Akademisi FH Unila Budi Rizki Husin menilai, pihaknya menilai perundungan atau biasa dikenal bullying merupakan bentuk kekerasan pada anak atau korbannya adalah anak. 

"Dan ini merupakan tindak pidana yang diatur oleh UUPA, anak di bawah usia 18 tahun kalau di atas 18 tahun atau dewasa akan dikenakan KUHPidana," kata Budi. 

Bullying termasuk juga ke dalam pelanggaran HAM yang tergolong cukup berat.

Adapun kalau korban anak maka mendapatkan pelanggaran berat tentang hak anak dari UU HAM. 

Apabila anak termasuk pelaku bullying seharusnya adalah kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sangatlah penting.

Seperti di dalam UU HAM wajib menghormati melindungi menegakkan HAM yang diatur UU tersebut.

Dan juga berikan perlindungan hukumnya termasuk pengobatan atau rehabilitasi secara fisik, psikis dan sosial.

Dan pendampingan pada setiap proses peradilan.(**/red)