breaking news Baru

PDIP Tertinggi Tapi Dirinya Terendah Di QC Bikin Ganjar Sebut Anomali

Nasional, Buana Informasi TV - Hasil hitung cepat atau quick count dari sejumlah lembaga survei menunjukkan pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md terendah, namun partai pengusungnya, PDIP tertinggi dalam Pemilu 2024. Hal itu dinilai sebagai bentuk anomali.

Berdasarkan hasil quick count, Kamis (15/2), seperti lembaga Indikator Politik Indonesia, LSI Denny JA, Charta Politika, hingga Poltracking, Ganjar-Mahfud kalah di wilayah Jawa Tengah (Jateng), Bali, dan NTT yang merupakan kandang banteng.

Berdasarkan hasil hitung cepat Indikator dengan suara masuk 99%, Ganjar-Mahfud memperoleh 16,62%. Sementara suara pileg masuk 94,93%, PDIP memperoleh 16,77%.

Lalu, berdasarkan hasil hitung cepat Charta Politika dengan suara masuk 98,4%, Ganjar-Mahfud memperoleh 16,50%. Sementara suara pileg masuk 92,93%, PDIP memperoleh suara 15,85%.

Ganjar menyoroti hasil tersebut, menurut Ganjar kondisi tersebut sebagai anomali. Ganjar bersama TPN Ganjar-Mahfud menyelidiki anomali tersebut.

"Hasil dari quick count, perolehan PDIP saya kira masih tinggi ya. Kalau nggak salah masih nomor satu ya," kata Ganjar di gedung High End, Jakarta, Kamis (15/2). Ganjar menjawab pertanyaan soal suaranya terbawah di Jateng, Bali, dan NTT.

Anomali yang dimaksud dalam hal ini adalah suara Ganjar terbawah dibanding dengan pasangan calon lainnya. Sementara itu, PDIP berada di posisi teratas dibanding partai lain hasil Pemilu 2024.

Oleh sebab itu, Ganjar menyoroti anomali suara dirinya dengan peroleh suara PDIP berdasarkan quick count. Ganjar mengatakan tim pendukungnya akan menyelidiki anomali tersebut.

"Agak anomali dengan suara saya, maka hari ini sedang diselidiki oleh kawan-kawan. Mudah-mudahan nanti ketemu apa faktornya, sepertinya split ticket-nya agak terlalu lebar," imbuhnya.

Ganjar Pranowo-Mahfud Md bertemu petinggi TPN di gedung High End, Jakpus. Pertemuan itu membahas evaluasi laporan dugaan kecurangan pemilu dari berbagai daerah.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga menyebut kondisi Ganjar-Mahfud kalah, namun PDIP menang dalam quick count Pemilu 2024, sebagai anomali.

"Justru itulah yang salah satu anomalinya," kata Hasto Kristiyanto di gedung High End, Jakarta Pusat, Kamis (15/2).

Hasto mengatakan pergerakan struktur PDIP telah masif dilakukan di berbagai wilayah kandang banteng. Hasto menyinggung dugaan intimidasi yang diterima kepala daerah dari PDIP.

"Karena pergerakan dari struktur itu sangat masif, meskipun kami melihat bahwa elemen-elemen kekuatan penggerak dari PDI Perjuangan seperti kepala-kepala daerah dari kami banyak sekali yang dilakukan intimidasi, dengan menggunakan proses-proses hukum," ujarnya.

Hasto mengatakan dugaan tekanan dan intimidasi itu dirasakan langsung oleh kepala daerah dari PDIP. Hasto mengatakan tim khusus yang nantinya dibentuk untuk menginvestigasi dugaan kecurangan di Pemilu 2024 akan mengusut hal tersebut.

"Tetapi, ini kan dirasakan. Tetapi, bukti-bukti materialnya-lah, inilah yang kemudian dirumuskan oleh tim khusus tadi," ujarnya.

Lembaga survei LSI Denny JA telah menyampaikan hasil quick count dari pilpres dan pileg di Pemilu 2024. Hasilnya, ada dua pemenang yang berbeda di kedua kategori pemilihan tersebut.

Dalam hitung cepat LSI Denny JA, pasangan Prabowo-Gibran, unggul dengan angka 58,16%. Sedangkan dalam kategori pileg, PDIP unggul dari partai-partai lainnya dengan perolehan suara 16,82%.

Peneliti senior LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, mengatakan faktor pertama terjadinya hal itu ialah fenomena split ticket voting. Fenomena itu terjadi khususnya di PDIP.

"Mengapa terjadi perbedaan pemenang pilpres dengan pemenang pemilu legislatif? Alasan pertama yang kami temukan pada perilaku pemilih sebagai split ticket voting. Split ticket voting ini dalam survei yang kita kerjakan di akhir Januari sampai 6 Februari 2024 ini menunjukkan split ticket voting terjadi di beberapa partai, khususnya terjadi di PDIP," kata Adjie dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring di YouTube LSI Denny JA, Kamis (15/2).

Ardie lalu mencontohkan dua wilayah terjadinya fenomena split ticket voting yang terdapat di Jawa Tengah dan Bali. Di dua daerah tersebut pasangan Prabowo-Gibran unggul dalam pilpres, tapi PDIP unggul dalam pileg.

"Survei terakhir kita menunjukkan dari pemilih PDIP ada 32,80% yang memilih Prabowo-Gibran, sementara 60,40% tetap pilih Ganjar-Mahfud. Begitu juga dengan PKB, di PKB ada 30,50% memilih pasangan Prabowo-Gibran, sementara yang ke Anies 46%," katanya.

Menurut Ardie, fenomena split ticket voting ini terjadi karena banyaknya jenis pemilihan di Indonesia. Dia mengatakan semakin banyak jenis pemilihan akan membuat para pemilih memisahkan pilihannya sesuai kategori pemilihan.

Petinggi TPN Ganjar-Mahfud di gedung High End, Jakpus. Pertemuan itu membahas evaluasi laporan dugaan kecurangan pemilu dari berbagai daerah.


"Fenomena split ticket voting terjadi dalam pemilu yang banyak atau banyak jenis pemilihannya. Termasuk di kita karena ada pemilu legislatif, pemilu presiden, sehingga terjadi split ticket voting yang dilakukan secara sengaja oleh pemilih. Karena pemilih menilai mana capres yang mereka pilih, mana partai yang mereka pilih," ujar Ardie.

Faktor kedua yang membuat terjadinya perbedaan pemenang di pilpres dan pileg pada Pemilu 2024, menurut LSI Denny JA, terkait kerja caleg. Dia mengatakan para caleg dari partai-partai tradisional mampu berkontribusi dalam menjaga perolehan suara di pemilihan legislatif.

"Caleg-caleg DPR atau level nasional di partai-partai terutama partai lama mampu mengangkat suara partai karena mereka juga punya kepentingan untuk lolos DPR. PDIP dan Golkar ini di dapil-dapil punya komposisi caleg yang kuat minimal mereka ada 3 sampai 4 caleg yang bekerja yang bisa menyumbang suara sehingga secara nasional mereka mampu mendongkrak suara partai," tutur Ardie.

Ardie juga menjelaskan alasan PDIP tetap unggul di pileg meski calon yang diusungnya di pilpres berada di urutan terakhir versi hitung cepat LSI Denny JA. Dia mengatakan hal itu disebabkan faktor loyalitas basis pemilih di lumbung-lumbung suara PDIP.

"PDIP unggul telak di basis pemilih wong cilik. Hasil exit poll menunjukkan pemilih di bawah 2 juta per bulan base-nya 53,4% ini memang PDIP unggul jauh 17,9%, disusul Golkar 15,4% sama Gerindra 13,3%. Jadi PDIP tetap unggul di basis utamanya. Di wong cilik PDIP masih perkasa," katanya.

Hal serupa juga dilihat dari sejumlah daerah yang dikenal menjadi basis suara PDIP seperti Jawa Tengah, Bali, dan Sulawesi Utara. Meski di tiga lokasi itu Prabowo-Gibran unggul di pilpres, suara PDIP tetap menang di kategori pileg.

"Kami ambil contoh di tiga wilayah saja, namun ini menunjukkan loyalitas pemilih di kandang banteng masih tetap terjaga. Misalnya di Jawa Tengah base-nya 13,9%, PDIP di Jawa Tengah 28,22% walaupun di sana pasangan 02 yang menang namun PDIP masih perkasa. Kemudian di Bali ini PDIP dari hasil quick count kita masih unggul di Bali, kemudian di Sulawesi Utara PDIP juga masih unggul. Jadi di basis-basis utama PDIP ini mereka masih unggul dan dapat disimpulkan loyalitas PDIP di kandang banteng masih terjaga," pungkas Ardie. (**/red)