breaking news Baru

Kejati Lampung Tetapkan Lima Tersangka Kasus Korupsi Proyek PDAM

Bandar Lampung, buanainformasi.tv - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menetapkan lima tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pemasangan jaringan pipa distribusi sistem pompa SPAM perusahaan daerah air mineral (PDAM) Way Rilau Bandar Lampung tahun anggaran 2019.

Dimana pada perkara ini, perbuatan para gersangka mengakibatkan negara mengalami kerugian dengan total senila Rp 19 miliar lebih.

Aspidsus Kejati Lampung M Amin mengatakan, kelima tersangka tersebut memiliki peran penting dalam melakukan aksinya. 

"Kelima tersangka tersebut adalah DS, SP, S, AH, dan SR, yang masing-masing memiliki peran penting dalam proses pengadaan tersebut," ujar M Amin di kantor Kejati Lampung, Kamis (22/8/2024)

Amin menjelaskan, tersangka pertama yakni inisi DS, selaku pemilik pekerjaan (beneficial owner) PT Kartika Ekayasa, ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Kepala Kejati Lampung Nomor: Tap-02/L.8/Fd/08/2024.

Kemudian inisial SP, diduga memanipulasi dokumen penawaran PT Kartika Ekayasa, ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Nomor: Tap-03/L.8/Fd/08/2024. 

Lalu pelaku S berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PDAM Wayrilau, juga ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Nomor: Tap-04/L.8/Fd/08/2024.

Adapun AH, Kepala Cabang PT Kartika Ekayasa, turut ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Nomor: Tap-05/L.8/Fd/08/2024.

Sementara tersangka SR, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kota Bandar Lampung tahun 2019 (anggota pokja) yang diduga mengkondisikan lelang untuk memenangkan PT Kartika Ekayasa, ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Nomor: Tap-06/L.8/Fd/08/2024.

"Dari kelima tersangka, empat di antaranya, yakni SP, S, AH, dan SR, akan dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Way Hui, Bandar Lampung, untuk 20 hari ke depan,"

"Sementara tersangka DS, yang merupakan pemilik pekerjaan, tidak hadir memenuhi panggilan sebagai saksi yang mana oleh penasihat hukumnya telah menyampaikan surat keterangan bahwa yang bersangkutan saat ini tengah berobat keluar kota," katanya.

M Amin menjelaskan, kasus ini bermula pada tahun 2019 ketika PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung melaksanakan kegiatan pengadaan pemasangan jaringan pipa distribusi untuk Sistem Pompa SPAM Bandar Lampung. 

Proyek ini dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2017 yang mengatur kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan Badan Usaha dalam penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum. 

"Proyek ini memiliki pagu anggaran sebesar Rp 87,15 miliar yang berasal dari penyertaan modal APBD Pemerintah Kota Bandar Lampung Tahun Anggaran 2018," jelasnya.

Dalam proses pengadaan, PT Kartika Ekayasa dinyatakan sebagai pemenang tender dengan nilai kontrak sebesar Rp 71,94 miliar. 

Adapun Kontrak ini ditandatangani pada 23 Desember 2019 antara Kepala Cabang PT Kartika Ekayasa dan PPK PDAM Wayrilau Kota Bandar Lampung.

"Namun, penyidik Kejati Lampung mengungkap adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan proyek tersebut,"

"Tim Pidsus Kejati Lampung menemukan indikasi pengkondisian pemenang tender, manipulasi dokumen penawaran, serta pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati," jelasnya.

Akibatnya, kata Amin, terjadi kekurangan volume pekerjaan yang berdampak pada kerugian keuangan negara.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Amin, proyek ini diperkirakan membuat negara mengalami kerugian mencapai Rp 19,8 miliar.

Dia mengatakan, bahwa saat ini penyidik terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya penambahan tersangka lain yang terlibat dalam perkara ini.

"Penyidik juga telah memeriksa sekitar 40 saksi, termasuk tiga ahli, serta menyita sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan tindak pidana tersebut," 

"Kejati Lampung menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku demi menjaga keadilan dan mencegah kerugian lebih lanjut bagi negara," tukasnya.

Amin menambahkan, para tersangka diancam sesuai dengan isi dan ketentuan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi.(**/red)